PROBIOTIK SEBAGAI PREVENTIVE MEDICINE
Saat ini, dunia kedokteran telah jauh berkembang dengan ditemukannya
berbagai macam obat-obatan, vaksin dan alat-alat kesehatan sehingga banyak
penyakit bisa diatasi. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, berkembang
pula berbagai macam penyakit yang tidak
mudah diobati. Hal ini, merupakan salah
satu dampak negatif dari modernitas, disebabkan konsumi makanan dengan kandungan
kalori, gula, garam dan lemaknya tinggi, akan tetapi sedikit aktifitas. Oleh
karena itu, diperlukan upaya alternatif yaitu preventive
medicine untuk ‘mengerem’ penyakit yang kerap dipicu oleh gaya hidup
modern.
Ide tentang preventive medicine dicetuskan
sejak awal tahun 1900, oleh Elie Metchnikoff penerima Nobel bidang Kedokteran
tahun 1908, dalam bukunya The Prolongation of Life. Ia menjelaskan bahwa bakteri
penghasil asam laktat yang menghuni
usus seperti Lactobacillus, memiliki manfaat yang besar untuk menjaga usus dari
serangan berbagai macam penyakit. Lactobacillus sp. merupakan jenis bakteri
yang terdapat pada yogurt, yakult yang merupakan minuman probiotik yang dapat
membantu pencernaan dan sistem imun tubuh.
Metchinkoff membuat kesimpulan dari riset nya bahwa usus berperan penting
dalam preventive medicine, dengan
perannya menjaga kesehatan seluruh tubuh. Ini sesuai dengan ajaran Timur kuno.
Orang Jepang dan China percaya, perut adalah pusat gravitasi tubuh dan pompa
energi dalam (inner energy). Sebaliknya, menurut anggapan Barat, usus hanyalah
bagian dari sistem pencernaan yang seyogyanya harus berfungsi. Namun pandangan
ini mulai berubah. Masyarakat Barat mulai menyadari pentingnya kesehatan usus
bagi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Salah satu alasannya, makin banyak orang
yang tidak memiliki kesehatan usus yang baik, yang terindikasi dari tingginya
prevalensi penyakit gastrointestinal
(GI) di dunia Barat, baik fungsional mau pun organik. Saluran pencernaan berfungsi
memproses makanan serta menyerap nutrisi dan cairan. Peran usus sebagai
salurang pencernaan sangat penting bagi kesehatan tubuh secara keseluruhan, adanya
gangguan fungsi usus akan menyebabkan gangguan pada orang yang lainnya. Pada proses
saluran pencernaan, mikroba sangat di dalam usus sangat berperan penting dalam
menjaga khususnya kesehatan usus. Probiotik yaitu mikroba yang menguntungkan
sangat dibutuhkan untuk mencegah berbagai potensi penyakit baik yang disebabkan
oleh bahan kimia atau mikroba yang bersifat pathogen.
Konsep mengenai bakteri probiotik oleh Metchnikoff, menginspirasi Dr. Minoru
Shirota, seorang peneliti dari Jepang. Kala itu, Jepang adalah negara miskin;
banyak anak meninggal akibat kolera, diare dan gizi buruk. Keadaan tersebut
membuat Dr. Shirota bekerja keras untuk memanfaatkan bakteri usus untuk
mencegah penyakit. Ia percaya, mencegah jauh lebih baik daripada mengobati, dan
bahwa kesehatan serta umur panjang berawal dari usus yang sehat.Kerja kerasnya
membuahkan hasil. Dr. Shirota menjadi orang pertama yang berhasil memanfaatkan
bakteri asam laktat untuk kesehatan. Ia berhasil menemukan strain unggul dari
bakteri Lactobacillus, yang tahan terhadap asam lambung dan garam empedu
sehingga bisa mencapai usus dalam keadaan hidup. Bakteri ini kemudian dinamakan
Lactobacillus casei strain shirota. Konsep mengenai bakteri bermanfaat (probiotik)
secara perlahan menarik perhatian dunia kedokteran Barat.
Kesehatan berawal dari usus, dan kesehatan usus terkait erat dengan
bakteri yang menghuninya. Pola BAB (buang air besar) yang baik, rutin setiap
hari dengan bentuk feses yang lembut padat, adalah indikator usus sehat. BAB
lancar tanpa keluhan konstipasi, berarti kerja usus besar mengolah ampas
makanan berjalan dengan baik, dan tidak ada kotoran/racun yang menumpuk lama
yang bisa mengiritasi sel-sel usus besar dan/atau rektum. Lactobacillus casei strain
shirota banyak diteliti untuk mengatasi sembelit. Salah satunya studi oleh
Sakai T, dkk (2011) yang menemukan bahwa konsumsi rutin Lactobacillus casei strain
shirota, mengurangi insiden feses keras (hard or lumpy stool/HLS). Konsumsi Lactobacillus
casei strain shirota selama 3 minggu terbukti menurunkan HLS, dari 73,7%
menjadi 36,8%. Sebaliknya pada kelompok kontrol yang tidak mendapat intervensi,
HLS meningkat dari 75% menjadi 85%.
Adapun studi oleh Krammer HJ, dkk (2011) melibatkan 24 pasien dengan
sembelit kronis yang disebabkan kelainan motilitas usus, sehingga waktu transit
ampas makanan berjalan lambat. Mereka dibagi menjadi 2 kelompok; selama 4
minggu, 1 kelompok mendapat probiotik
berupa susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain, dan kelompok
lain mendapat plasebo (obat kosong). Hasilnya, waktu transit menjadi lebih
cepat; dari rerata 95,6 jam menjadi 76,5 jam pada kelompok probiotik. Sedangkan
pada kelompok plasebo, hasilnya tidak signifikan (dari 95,8 jam menjadi 87,1
jam).
IBS (irritable bowel syndrome) juga merupakan salah satu indikasi adanya
gangguan pada usus, khususnya akibat ketidakseimbangan bakteri. Sebuah studi
menyebutkan, penderita IBS memiliki konsentrasi Bifidobacteria dan Lactobacilli
lebih rendah, dibandingkan kelompok kontrol (orang sehat). IBS sendiri
ditengarai berhubungan dengan fungsi otak (seperti fungsi IQ verbal),
gut-brain axis dan kondisi kelelahan ekstrim CFS (chronic fatigue syndrome). Lactobacillus
casei strain shirota terhadap IBS, antara lain terlihat pada studi oleh Barrett
JS, dkk (2008). Selama 6 minggu, 18 pasien IBS mendapat perawatan dengan
sebotol susu fermentasi (65 ml) yang mengandung L. casei Shirota strain.
Hasilnya menunjukkan, 9 dari 14 pasien yang menyelesaikan studi (64%) memiliki
ERBHAL yang membaik. ERBHAL (early rise in breath hydrogen with lactulose) adalah
tes nafas yang digunakan untuk mengindikasikan pertumbuhan bakteri usus halus
berlebihan (small intestinal bacterial overgrowth /SIBO), yang merupakan ciri
IBS. Turunnya nilai SIBO berhubungan dengan berkurangnya gejala/keluhan IBS.
Sekitar 70% sistem imun berada di usus. Ini alasan, masyarakat Bulgaria
yang rutin mengonsumsi susu fermentasi, panjang umur dan sehat hingga usia
lanjut. Bakteri bermanfaat tidak hanya menempel pada dinding usus dan
menciptakan lapisan pelindung, yang mencegah bakteri patogen menempel dan
memperbaiki permeabilitas usus. Bakteri ini juga menghasilkan asam laktat, yang
membuat lingkungan usus menjadi asam sehingga populasi bakteri patogen bisa
terkendali, serta memproduksi zat lain seperti butirat yang menjadi nutrisi
bagi sel-sel kolon. Yang lebih penting, bakteri bermanfaat masuk hingga ke
Peyer’s Patches dan mengaktifkan sistem imun di sana.
Salah satu bagian penting pada sistem imun yakni sel NK, yang bertugas
mengontrol pertumbuhan sel tumor/kanker dan infeksi mikroba yakni sel NK
(natural killer). Namun aktivitas sel ini bisa turun antara lain akibat
kebiasaan merokok. Reale M, dkk (2012) menilai efek probiotik terhadap sel NK
pada perokok. Sebanyak 72 laki-laki sehat perokok, dibagi secara acak menjadi
dua kelompok. Satu kelompok mendapat bubuk L. casei Shirota strain, dan
kelompok lain mendapat plasebo, selama 3 minggu. Aktivitas sel NK dan jumlah
sel CD 16 diukur sebelum dan sesudah konsumsi (probiotik / plasebo). Hasilnya
disimpulkan bahwa konsumsi L. casei Shirota strain meningkatkan aktivitas
sel NK dan jumlah CD 16 dibandingkan dengan plasebo.
Studi terdahulu yang dilakukan oleh Okumura dan Takeda (2007),
mengevaluasi efek pemberian L. casei Shirota strain terhadap 9 relawan usia
paruh baya dan 10 orang lanjut usia (lansia). Para relawan dibagi menjadi 2
kelompok (kelompok eksperimental dan kelompok kontrol). Selama 3 minggu,
kelompok eksperimental mendapat susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain,
sedangkan kelompok kontrol mendapat plasebo berupa susu tanpa kandungan
probiotik.
Pada kelompok eksperimental usia paruh baya, sel NK naik secara
signifikan dalam 3 minggu setelah konsumsi dimulai, dan tetap tinggi selama 3
minggu berikutnya. Uniknya, peningkatan ini terlihat tajam pada mereka dengan
aktivitas sel NK rendah. Untuk yang lanjut usia, aktivitas sel NK tampak turun
pada kelompok kontrol. Namun pada kelompok eksperimental aktivitas sel NK
bisa dipertahankan.
Kanker menjadi masalah yang kian mengancam di seluruh dunia. Hayatsu dan
Hayatsu (1993) meneliti efek L. casei terhadap mutagenisitas di urin setelah
konsumsi daging goreng. Sebanyak 6 orang
sehat yang tidak merokok, dilibatkan dalam penelitian ini. Kepada mereka,
diberikan administrasi oral L. casei selama 3 minggu. Komparasi mutagenitas
urin yang ditemukan sebelum dan sesudah pemberian L. casei menunjukkan bahwa
treatment menurunkan mutagenitas hingga 6-6,7% . Diduga, efek ini berasal dari
perubahan populasi mikroflora usus.
Preventive medicine akan berhasil bila pola hidup sehat dijadikan
kebiasaan (habit). Probiotik perlu dikonsumsi setiap hari secara rutin dan
kontinyu, dan menjadi bagian dari keseharian.
Tidak ada komentar: